Diberdayakan oleh Blogger.

MENELADANI SALAF DALAM MENJEMPUT REZEKI

Selasa, 01 April 2014




Berbekal Ilmu Sebelum Mencari Rezeki
Imam Bukhari, di awal-awal kitab shahihnya, beliau membawakan bab, “Al ‘ilmu qoblal qouli wal ‘amali (ilmu sebelum berkata dan berbuat).” Setelah itu beliau membawakan firman Allah Ta’ala,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
“Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS. Muhammad: 19). Lalu Imam Bukhari mengatakan, “Dalam ayat ini, Allah memerintahkan memulai dengan ilmu sebelum amalan.
Di antara dalil yang menunjukkan pentingnya berilmu sebelum bertindak adalah kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di pagi harinya yang selalu meminta pada Allah ilmu yang bermanfaat terlebih dahulu, setelah itu barulah beliau meminta rizki yang halal dan amalan yang diterima.
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَقُولُ إِذَا صَلَّى الصُّبْحَ حِينَ يُسَلِّمُ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً »
Dari Ummu Salamah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdo’a setelah shalat Shubuh seusai salam, “Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’a wa rizqon thoyyibaa, wa ‘amalan mutaqobbalaa (Ya Allah, aku meminta pada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang halal, dan amalan yang diterima)”. (HR. Ibnu Majah no. 925. Al Hafizh Abu Thohir dan Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini).
Umar bin al-Khottob radhiyallahu ‘anhu juga berkata :
لَا يَبِعْ فِي سُوقِنَا إِلَّا مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي الدِّينِ
Janganlah berjualan di pasar kami orang yang belum paham tentang ilmu agama” (riwayat atTirmidzi)
Umar bin Abdil Aziz rahimahullah berkata:
مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِح
Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka ia lebih banyak merusak dibandingkan memperbaiki” (Majmu’ Fataawa Ibn Taimiyyah:2/383).
‘Ali bin Abi Tholib lebih tegas lagi mengatakan,
مَنْ اتَّجَرَ قَبْلَ أَنْ يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِي الرِّبَا ثُمَّ ارْتَطَمَ ثُمَّ ارْتَطَمَ
Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus.” (Lihat Mughnil Muhtaj, 6: 310)
Muhammad bin Al Hasan seorang ulama murid terdekat Imam Malik dan juga Guru Imam Syafi’i diminta untuk menulis buku tentang zuhud beliau berkata, “Aku telah menulis buku tentang muamalat” (Al Hawi AL Kabir jilid V, hal 11)
Syaikh Dr. Ibrahim ad Duwaisy berkata: “Jawaban Muhammad bin Al Hasan sangat tepat, karena orang yang Zuhud adalah orang yang menghindari Syubhat dan Makruh dalam perniagaan dan muamalat.
Imam Malik biasa memerintahkan gubernur Madinah untuk mengumpulkan para pelaku bisnis dan pedagang pasar untuk beliau uji. Jika beliau jumpai ada yang tidak menguasai ketentuan dan aturan main yang ditetapkan oleh Islam dalam dunia bisnis serta tidak memiliki kemampuan untuk membedakan halal haram dunia usaha maka beliau akan melarangnya berjualan di pasar sambil berkata kepadanya,
تعلم أحكام البيع والشراء ثم اجلس في السوق فإن من لم يكن فقيها أكل الربا شاء أو أبى .
“Pelajarilah aturan jual beli baru buka usaha di pasar. Siapa saja yang tidak menguasai fikih jual beli mau tidak mau dia akan memakan harta riba” [Min Akhlaq Salaf karya Dr Ahmad Farid, terbitan Darul Aqidah hal 88].
Bisa jadi Anda bermadzhab dengan madzhab Imam asy-Syafi’i, sudahkah Anda mengamalkan petuah imam Anda?
من أراد الدنيا فعليه بالعلم ومن أراد الأخرة فعليه بالعلم
Barangsiapa yang menginginkan keuntungan di dunia, maka hendaknya ia berilmu dan barangsiapa yang menginginkan keuntungan akhirat, hendaknya ia juga berilmu.”
Hakekat Rezeki
Factor penyebab datangnya rezeki sangat banyak dan beraneka ragam, tetapi yang paling urgen adalah: Istiqomah dalam bertawakal kepada Allah Ta’ala berfirman:
9ur ¨br Ÿ@÷dr& #tà)ø9$# (#qãZtB#uä (#öqs)¨?$#ur $uZóstGxÿs9 NÍköŽn=tã ;M»x.tt/ z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur `Å3»s9ur (#qç/¤x. Mßg»tRõs{r'sù $yJÎ/ (#qçR$Ÿ2 tbqç7Å¡õ3tƒ ÇÒÏÈ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS Al A’raf (7) : 96)
Harta yang paling baik ialah harta yang berada di genggaman seorang mukmin, dengannya ia bisa mensedahkan hartanya, membayar Zakat, mensedekahkan pada jalan Allah, dll. Namun harta juga menjadi sebuah Istiraj jika didapatkan dari yang haram atau digunakan bukan pada jalan Allah.
Harta bila berada dalam genggaman seorang muslim bisa menjadi tongkat estafet menuju kehidupan yang mulia di dunia dan kebahagiaan diakherat. Sebagimana yang dituturkan Sa’id bin Musayyab, “Tidak ada kebaikan pada diri seorang yang tidak berkehendak mengumpulkan harta dari yang halal, lalu ia bisa memberi, menuntun hak yang sesuai, serta menutup celah untuk meminta kepada orang lain. (As-Siyar IV/238)
Bahwa harta itu laksana ular yang memiliki ular, tetapi juga memilki penawarnya. Obat penawar inilah memiliki manfaat. Sedankan duri-duri yang merusak inilah yang disebut bisa (racunya). Maka, siapa saja yang tahu manfaatnya, ia akan menghindar dari keburukannya lalu mengambil manfaatnya. (Ringkasan Minhajul Qasidin hal. 214)
Harta hanyalah wasilah mereka. Sedangkan tempat tujuan akhir mereka adalah surge adn. Karenanya, jawaban dan perhatian mereka didasarkan atas akherat. Sebab akherat adalah puncak pemburuan dan kedudukan paling tinggi.
Berkata Abu Ishaq rahimahullah, "Adalah mereka (para salaf) melihat bahwa usaha itu adalah pembantu dalam agama." (Dikeluarkan oleh Al-Khallal dalam Al-Hatstsu Alat Tijarah hal 45)
Allah Ta’ala menjadkan kenikmatan harta sebagai bentuk istidraj (harta yang tidak barokah) bagi siapa yang ingkar dan menyelisihi perintah-Nya. Hal ini sebagaimana yang kita baca pada kisah umat-umat terdahulu. Kita pun bisa menyasikan pada umat dan negeri modern hari ini.
Fudhail bin 'Iyyadh pernah berkata kepada Abdullah bin Mubarak; "Sesungguhnya engkau telah menyuruh kami untuk Zuhud dan mempersedikit harta, namun kami melihatmu datang dari negeri Khurasan membawa barang-barang dagangan menuju ke negeri haram, bagaimana ini? Engkau menyuruh kepada perkara yang engkau sendiri selisihi?" Ibnu Mubarak menjawab, "Wahai Abu 'Ali, sesungguhnya aku melakukan hal tersebut hanyalah untuk menjaga mukaku, memuliakan kehormatanku, dan aku mengharapkan bantuan dengan hal tersebut untuk ketaatan kepada Rabbku." (Al-Baihaqi dalam Asy-Syu'b: 1207)
MENCARI YANG HALAL
  • Mencari Yang Halal adalah bentuk Ketakwaan 
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.(QS Al Ma’idah : 88)
  •  Mencari Rizki Yang tidak halal adalah Jalan Syaitan
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (Al Baqarah : 168)
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah, "Allah Ta'ala memerintahkan para hamba-Nya dari kalangan para rasul untuk memakan makanan yang halal dan menegakkan amalan-amalan shalih. Maka hal ini menunjukkan bahwa rezeki yang halal itu adalah pembantu dalam beramal shalih, maka para nabi itupun melaksanakan perkara ini dengan sesempurna pelaksanaan dan mereka telah menggabungkan seluruh kebaikan, berupa ucapan, perbuatan, dst." (Tafsir Ibnu Katsir: 5/477)
Berkata Adz-Dzahabi rahimahullah, "Diantara bentuk perhatian seorang pada ibadahnya adalah bekerja untuk menempuh sebab, apalagi bagi seorang yang telah berkeluarga, Nabi shalallahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya sesuatu yang paling utama yang dimakan seseorang adalah dari hasil keringatnya sendiri." (As-Siyar: 2/570)
Berkata Sufyan Ats-Tsaury rahimahullah, "Bekerjalah engkau dengan pekerjaan para pemberani, yaitu usaha yang halal." (lihat Al-Jami' lil Khathib, 1/52)
Yusuf bin Asbath berkata, “Jika seorang pemuda sedang beribadah, iblis berkata, ‘Perhatikanlah , berasal dari manakah makananya?’ bila makananya tidak halal, ia mengatakan: biarkanlah dirinya, jangan menyibukkan diri untuk mengganggunya. Biarkanlah dirinya berpayah-payah, cukuplah kepayahannya buat kalian.” (Az Zuhud karangan Baihaqi hal. 359)
Berkata Ibnu Hudzaifah kepada Sufyan Ats-Tsaury rahimahullah, "Wahai Abu Abdillah, sesungguhnya orang-orang menyalahkan perbuatanmu itu yang engkau keluar ke negeri Yaman." Dia pun menjawab, "Yaa Subhanallah, mereka mengingkariku pada perkara yang bukanlah suatu kemungkaran. Saya keluar ke Yaman untuk mencari rezeki yang halal, mencari yang halal itu berat, dan keluar untuk mencari rezeki yang halal itu lebih utama dari haji dan perang." (Riwayat Ad-Dainury dalam Al-Mujalasah: 2479)



2 komentar

 

Blogger news

Most Reading