Berbekal Ilmu Sebelum Mencari Rezeki
Imam Bukhari,
di awal-awal kitab shahihnya, beliau membawakan bab, “Al ‘ilmu qoblal qouli wal
‘amali (ilmu sebelum berkata dan berbuat).” Setelah itu beliau membawakan
firman Allah Ta’ala,
فَاعْلَمْ
أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
“Maka
ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain
Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS. Muhammad: 19). Lalu Imam Bukhari
mengatakan, “Dalam ayat ini, Allah memerintahkan memulai dengan ilmu sebelum
amalan.
Di antara
dalil yang menunjukkan pentingnya berilmu sebelum bertindak adalah kebiasaan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di pagi harinya yang selalu
meminta pada Allah ilmu yang bermanfaat terlebih dahulu, setelah itu barulah
beliau meminta rizki yang halal dan amalan yang diterima.
عَنْ
أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَقُولُ إِذَا صَلَّى
الصُّبْحَ حِينَ يُسَلِّمُ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا
وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً »
Dari Ummu
Salamah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdo’a
setelah shalat Shubuh seusai salam, “Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’a
wa rizqon thoyyibaa, wa ‘amalan mutaqobbalaa (Ya Allah, aku meminta
pada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang halal, dan amalan yang diterima)”.
(HR. Ibnu Majah no. 925. Al Hafizh Abu Thohir dan Syaikh Al Albani menshahihkan
hadits ini).
Umar bin
al-Khottob radhiyallahu ‘anhu juga berkata :
لَا يَبِعْ فِي سُوقِنَا إِلَّا مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي
الدِّينِ
“Janganlah berjualan di pasar kami
orang yang belum paham tentang ilmu agama” (riwayat atTirmidzi)
Umar bin
Abdil Aziz rahimahullah berkata:
مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ
أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِح
“Barangsiapa yang beribadah kepada
Allah tanpa ilmu, maka ia lebih banyak merusak dibandingkan memperbaiki”
(Majmu’ Fataawa Ibn Taimiyyah:2/383).
‘Ali bin Abi
Tholib lebih tegas lagi mengatakan,
مَنْ اتَّجَرَ قَبْلَ أَنْ يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِي
الرِّبَا ثُمَّ ارْتَطَمَ ثُمَّ ارْتَطَمَ
“Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami
ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan
terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus.” (Lihat Mughnil
Muhtaj, 6: 310)
Muhammad bin Al
Hasan seorang ulama murid terdekat Imam Malik dan juga Guru Imam Syafi’i
diminta untuk menulis buku tentang zuhud beliau berkata, “Aku telah menulis buku tentang muamalat” (Al Hawi AL Kabir jilid
V, hal 11)
Syaikh Dr.
Ibrahim ad Duwaisy berkata: “Jawaban Muhammad bin Al Hasan sangat tepat, karena
orang yang Zuhud adalah orang yang menghindari Syubhat dan Makruh dalam
perniagaan dan muamalat.
Imam Malik
biasa memerintahkan gubernur Madinah untuk mengumpulkan para pelaku bisnis dan
pedagang pasar untuk beliau uji. Jika beliau jumpai ada yang tidak menguasai
ketentuan dan aturan main yang ditetapkan oleh Islam dalam dunia bisnis serta
tidak memiliki kemampuan untuk membedakan halal haram dunia usaha maka beliau
akan melarangnya berjualan di pasar sambil berkata kepadanya,
تعلم
أحكام البيع والشراء ثم اجلس في السوق فإن من لم يكن فقيها أكل الربا شاء أو أبى .
“Pelajarilah
aturan jual beli baru buka usaha di pasar. Siapa saja yang tidak menguasai
fikih jual beli mau tidak mau dia akan memakan harta riba” [Min Akhlaq Salaf
karya Dr Ahmad Farid, terbitan Darul Aqidah hal 88].
Bisa jadi
Anda bermadzhab dengan madzhab Imam asy-Syafi’i, sudahkah Anda mengamalkan
petuah imam Anda?
من أراد الدنيا فعليه بالعلم ومن أراد الأخرة فعليه بالعلم
“Barangsiapa
yang menginginkan keuntungan di dunia, maka hendaknya ia berilmu dan
barangsiapa yang menginginkan keuntungan akhirat, hendaknya ia juga berilmu.”
Hakekat Rezeki
Factor
penyebab datangnya rezeki sangat banyak dan beraneka ragam, tetapi yang paling urgen adalah: Istiqomah
dalam bertawakal kepada Allah Ta’ala berfirman:
9ur ¨br Ÿ@÷dr& #“tà)ø9$# (#qãZtB#uä (#öqs)¨?$#ur $uZóstGxÿs9 NÍköŽn=tã ;M»x.tt/ z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur `Å3»s9ur (#qç/¤‹x. Mßg»tRõ‹s{r'sù $yJÎ/ (#qçR$Ÿ2 tbqç7Å¡õ3tƒ ÇÒÏÈ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,
tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya. (QS Al A’raf (7) : 96)
Harta yang
paling baik ialah harta yang berada di genggaman seorang mukmin, dengannya ia
bisa mensedahkan hartanya, membayar Zakat, mensedekahkan pada jalan Allah, dll.
Namun harta juga menjadi sebuah Istiraj jika didapatkan dari yang haram atau
digunakan bukan pada jalan Allah.
Harta bila
berada dalam genggaman seorang muslim bisa menjadi tongkat estafet menuju
kehidupan yang mulia di dunia dan kebahagiaan diakherat. Sebagimana yang
dituturkan Sa’id bin Musayyab, “Tidak ada kebaikan pada diri seorang yang tidak
berkehendak mengumpulkan harta dari yang halal, lalu ia bisa memberi, menuntun
hak yang sesuai, serta menutup celah untuk meminta kepada orang lain. (As-Siyar
IV/238)
Bahwa harta
itu laksana ular yang memiliki ular, tetapi juga memilki penawarnya. Obat penawar
inilah memiliki manfaat. Sedankan duri-duri yang merusak inilah yang disebut
bisa (racunya). Maka, siapa saja yang tahu manfaatnya, ia akan menghindar dari
keburukannya lalu mengambil manfaatnya. (Ringkasan Minhajul Qasidin hal. 214)
Harta
hanyalah wasilah mereka. Sedangkan tempat tujuan akhir mereka adalah surge adn. Karenanya,
jawaban dan perhatian mereka didasarkan atas akherat. Sebab akherat adalah
puncak pemburuan dan kedudukan paling tinggi.
Berkata Abu
Ishaq rahimahullah, "Adalah mereka (para salaf) melihat bahwa usaha itu
adalah pembantu dalam agama." (Dikeluarkan oleh Al-Khallal dalam
Al-Hatstsu Alat Tijarah hal 45)
Allah Ta’ala
menjadkan kenikmatan harta sebagai bentuk istidraj (harta yang tidak barokah)
bagi siapa yang ingkar dan menyelisihi perintah-Nya. Hal ini sebagaimana yang
kita baca pada kisah umat-umat terdahulu. Kita pun bisa menyasikan pada umat
dan negeri modern hari ini.
Fudhail bin
'Iyyadh pernah berkata kepada Abdullah bin Mubarak; "Sesungguhnya engkau
telah menyuruh kami untuk Zuhud dan mempersedikit harta, namun kami melihatmu
datang dari negeri Khurasan membawa barang-barang dagangan menuju ke negeri
haram, bagaimana ini? Engkau menyuruh kepada perkara yang engkau sendiri
selisihi?" Ibnu Mubarak menjawab, "Wahai Abu 'Ali, sesungguhnya aku
melakukan hal tersebut hanyalah untuk menjaga mukaku, memuliakan kehormatanku,
dan aku mengharapkan bantuan dengan hal tersebut untuk ketaatan kepada
Rabbku." (Al-Baihaqi dalam Asy-Syu'b: 1207)
MENCARI YANG HALAL
- Mencari Yang Halal adalah bentuk Ketakwaan
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
Allah Telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya.(QS Al Ma’idah : 88)
- Mencari Rizki Yang tidak halal adalah Jalan Syaitan
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari
apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (Al Baqarah : 168)
Berkata Ibnu
Katsir rahimahullah, "Allah Ta'ala memerintahkan para hamba-Nya dari
kalangan para rasul untuk memakan makanan yang halal dan menegakkan
amalan-amalan shalih. Maka hal ini menunjukkan bahwa rezeki yang halal itu
adalah pembantu dalam beramal shalih, maka para nabi itupun melaksanakan
perkara ini dengan sesempurna pelaksanaan dan mereka telah menggabungkan
seluruh kebaikan, berupa ucapan, perbuatan, dst." (Tafsir Ibnu Katsir:
5/477)
Berkata
Adz-Dzahabi rahimahullah, "Diantara bentuk perhatian seorang pada
ibadahnya adalah bekerja untuk menempuh sebab, apalagi bagi seorang yang telah
berkeluarga, Nabi shalallahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya
sesuatu yang paling utama yang dimakan seseorang adalah dari hasil keringatnya
sendiri." (As-Siyar: 2/570)
Berkata
Sufyan Ats-Tsaury rahimahullah, "Bekerjalah engkau dengan pekerjaan para
pemberani, yaitu usaha yang halal." (lihat Al-Jami' lil Khathib, 1/52)
Yusuf bin
Asbath berkata, “Jika seorang pemuda sedang beribadah, iblis berkata,
‘Perhatikanlah , berasal dari manakah makananya?’ bila makananya tidak halal, ia
mengatakan: biarkanlah dirinya, jangan menyibukkan diri untuk mengganggunya.
Biarkanlah dirinya berpayah-payah, cukuplah kepayahannya buat kalian.” (Az
Zuhud karangan Baihaqi hal. 359)
Berkata Ibnu
Hudzaifah kepada Sufyan Ats-Tsaury rahimahullah, "Wahai Abu Abdillah,
sesungguhnya orang-orang menyalahkan perbuatanmu itu yang engkau keluar ke
negeri Yaman." Dia pun menjawab, "Yaa Subhanallah, mereka
mengingkariku pada perkara yang bukanlah suatu kemungkaran. Saya keluar ke
Yaman untuk mencari rezeki yang halal, mencari yang halal itu berat, dan keluar
untuk mencari rezeki yang halal itu lebih utama dari haji dan perang."
(Riwayat Ad-Dainury dalam Al-Mujalasah: 2479)
mantap artikelnya sangat bermanfaat.
BalasHapussouvenir gelas murah di tulungagung
Sangat bermanfaat sekalai..terima kasih untuk penjelasannya.
BalasHapus